Senin, 12 Maret 2012

jurnal ilmiah


Pengaruh Tingkat Pendidikan Terhadap Tingkat Pengangguran Di Indonesia
Oleh penulis    : Nur Imroatus Sholikhah       
Abstrak
Negara indonesia dikenal sebagai negara yang kaya akan sumber daya alamnya. Sayangnya, kekayaan tersebut tidak didukung oleh sumber daya manusia yang  berkualitas sehingga sering kali istilah menjadi budak dinegeri sendiri sudah sangat membudaya. Dalam kenyataan yang sedang kita hadapi sekarang ini memang mengatakan demikian. Faktor penyebabnya yaitu diantaranya adalah tinggkat pendidikan yang rendah sehingga kualitas SDMnya pun rendah. Hal ini semakin meningkatkan tinggkat pengangguran yang ada di negara kita ini.
Berdasarkan data dari BPS sebanyak 32% dari 2.381.841 jumlah lowongan kerja yang terdaftar ternyata tidak dapat terisi oleh para pencari kerja. Hal ini tentunya karena kualifikasi yang diharapkan tidak sesuai dengan yang diharapkan. Dengan kata lain kualitas SDM sangat rendah dan tidak sesuai. Melihat kondisi yang sangat memprihatinkan ini seharusnya pemerintah mampu mengambil langkah yang lebih bijak sehingga masalah penggangguran ini dapat diminimalisir dengan baik. Apabila masalah ini tidak segera dituntaskan maka dampaknya  akan meluas, Selain  akan menjadi beban keluarga pengangguran juga menjadi beban pemerintah. Pengangguran juga akan mempengaruhi tingkat Pendapatan nasional  suatu negara. Hal ini tentu akan sangat mempengaruhi tingkat produktivitas dalam suatu negara.

      I.            Latar Belakang

Permasalahan Tingkat pengangguran di indonesia sangat berkaitan erat dengan tingkat pendidikan. Apabila tingkat pendidikan suatu negara tinggi maka tingkat pengangguran pun akan rendah. Seperti dinegara – negara eropa, mereka mewajibkan warganya untuk wajib belajar sampai dengan perguruan tinggi. Hasilnya tinggkat pengangguran pun rendah dan produktivitas penduduknya  tinggi. Hal ini tentu akan berdampak baik bagi pertumbuhan perekonomian di negaranya. Hal tersebut sayangnya sangat bertolak  belakang dengan sistem  yang diterapkan  di Indonesia. Pemerintah hanya mewajibkan wajib belajar selama 9 tahun. Artinya pendidikan yang harus ditempuh sampai dengan sekolah menengah pertama (SMP). Padahal dalam pengelompokan tingkat pendidikan, tingkat SMP dan dibawahnya dikelompokkan kedalam angkatan kerja kurang terdidik. Bagaimana tingkat pengangguran akan rendah jika tenaga kerjanya saja secara umum kurang terdidik. Hal inilah kemudian yang akan berpengaruh pada besarnya tingkat pengangguran yang ada di indonesia.
Pemerintah dalam upaya mengatasi tinggkat pengangguran yang semakin akut  ini maka perlu langkah yang tepat dan cepat sehingga diharapkan nantinya dapat bermanfaat bagi masyarakat dan juga bagi negaranya. Untuk menyiapkan tenaga kerja yang berkualitas dan dapat bersaing maka sebaiknya pemerintah melalui dinas pendidikan sebaiknya merubah kurikulum sekolah yang ada. Dengan adanya sekolah -sekolah berbasis kejuruan tentu akan membantu para pelajar dalam menyiapkan kemampuannya untuk melamar kerja sesuai kualivikasinya.
Pemerintah melalui DIKTI telah menetapkan untuk lulusan SI,S2, dan S3 diwajibkan harus membuat jurnal ilmiah dengan alasan untuk meningkatkan kualitas dan memekan jumlah pengangguran. Keputusan tersebut menimbulkan pro dan kontra. Ada yang setuju dengan alasan karena hal tersebut  dapat memajukan  pendidikan indonesia dimata negara negara tetangga yang telah lama telah memetapkan kebijakan tersebut. Banyak juga pihak yang kontra terhadap keputusan dirgen dikti tersebut karena selama ini skripsi dan jurnal ilmiah yang telah terkumpul tidak direalisasikan dan hanya sebagai pajangan untuk melengkapi koleksi perpustakaan saja. Hal ini menimbulkan keengganan mahasiswa dalam melaksanakan kewajibannya tersebut. Bagi mereka jurnal ilmiah hanya menambah beban mereka saja. Padahal skripsi sudah sangat membebankan apalagi ditambah jurnal umum yang di publikasikan memiliki kuota yang terbatas.
Dengan berbagai permasalahan diatas maka penulis merasa tertarik untuk membahas mengenai keterkaitan antara tingkat pendidikan  dengan semakin banyaknya tingkat pengangguran di Indonesia.

   II.            Rumusan Masalah

·         Bagaimana perkembangan tingkat pendidikan di indonesia ?
·         Seberapa besar tingkat pengangguran yang ada di indonesia ?
·         Apa saja kebijakan pemerintah indonesia dalam mengatasi pendidikan dan pengangguran ?
·         Apakah kebijakan pemerintah indonesia tersebut efektif dalam mengatasi masalah pendidikan dan pengangguran?


III.            Tinjauan Pustaka

·         Definisi Pengangguran
Menurut Wikipedia bahasa Indonesia menyatakan bahwa “Pengangguran atau tuna karya adalah istilah untuk orang yang tidak bekerja sama sekali, sedang mencari kerja, bekerja kurang dari dua hari selama seminggu, atau seseorang yang sedang berusaha mendapatkan pekerjaan yang layak. Pengangguran umumnya disebabkan karena jumlah angkatan kerja atau para pencari kerja tidak sebanding dengan jumlah lapangan kerja yang ada yang mampu menyerapnya. Pengangguran seringkali menjadi masalah dalam perekonomian karena dengan adanya pengangguran, produktivitas dan pendapatan masyarakat akan berkurang sehingga dapat menyebabkan timbulnya kemiskinan dan masalah-masalah social lainnya.

·         Definisi Pendidikan

Tingkat pendidikan adalah tahapan pendidikan yang ditetapkan berdasarkan tingkat perkembangan peserta didik. Tujuannya yang akan dicapai dan kemampuan yang dikembangkan (UU RI No. 20 tahun 2003 bab 1, pasal 1 ayat 8)

Kamus Bahasa Indonesia, 1991:232, Pendidikan berasal dari kata “didik”, Lalu kata ini mendapat awalan kata “me” sehingga menjadi “mendidik” artinya memelihara dan memberi latihan. Dalam memelihara dan memberi latihan diperlukan adanya ajaran, tuntutan dan pimpinan mengenai akhlak dan kecerdasan pikiran.
Menurut UU No.20 tahun 2003 tentang sistem Pendidikan Nasional, Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.





IV.            Hasil Dan Pembahasan

A.    Perkembangan Tingkat Pendidikan Di Indonesia
YANG tidak unggul, akan selalu tetap berada di belakang (Pepatah Jerman). Nampaknya pepatah ini cocok untuk  negara indonesia. Pasalnya dari tahun ketahun pendidikan di indonesia tidak mmengalami kemajuan. Ini dibuktikan antara lain dengan data UNESCO (2000) tentang peringkat Indeks Pengembangan Manusia (Human Development Index), yaitu komposisi dari peringkat pencapaian pendidikan, kesehatan, dan penghasilan per kepala yang menunjukkan, bahwa indeks pengembangan manusia Indonesia makin menurun. Di antara 174 negara di dunia, Indonesia menempati urutan ke-102 (1996), ke-99 (1997), ke-105 (1998), dan ke-109 (1999).
Menurut survei Political and Economic Risk Consultant (PERC), kualitas pendidikan di Indonesia berada pada urutan ke-12 dari 12 negara di Asia. Posisi Indonesia berada di bawah Vietnam. Data yang dilaporkan The World Economic Forum Swedia (2000), Indonesia memiliki daya saing yang rendah, yaitu hanya menduduki urutan ke-37 dari 57 negara yang disurvei di dunia. Dan masih menurut survai dari lembaga yang sama Indonesia hanya berpredikat sebagai follower bukan sebagai pemimpin teknologi dari 53 negara di dunia.
Dengan data diatas dapat kita lihat bagaimana tingkat pendidikan yang ada di indonesia sangat memprihatinkan. Pendidikan kita semakin terpuruk karena banyak faktor yang seharusnya segera dibenahi oleh pemerintah. Faktor- faktor tersebut diantaranya yaitu:
(1). Rendahnya sarana fisik,
Sarana fisik sangat mendukung aktifitas pembelajaran dalam proses belajar mengajar. Hal ini berkaitan dengan kenyamanan dan  rasa aman bagi para pengajar ataupun anak didik. Dengan adanya rasa aman maka pembelajaran yang diberikan pun akan mudah diterima dan mudah dipahami, sehingga anak didik akan menjadi semakin berwawasan dan semakin  pintar.
Fakta yang ada dilapangan sekarang sayangnya menunjukkan hal yang sangat berbeda. Banyak sekali sekolah sekolah yang tidak layak untuk dijadikan proses belajar mengajar. Banyak kita lihat sekolah- sekolah yang  bangunannya  sudah sangat tua,  genting yang bocor, dinding yang retak, dan sekolahan yang sering terendam  banjir. Keadaan seperti ini bukan hanya sangat membuat tidak nyaman tapi juga menyebabkan proses belajar mengajar tidak berjalan dengan lancar. Seharusnya pemerintah harus memperhatikan hal ini apabila ingin anak- anak bangsa tumbuh dengan cerdas.
  (2). Rendahnya kualitas guru,
Persentase guru menurut kelayakan mengajar dalam tahun 2002-2003 di berbagai satuan pendidikan sbb: untuk SD yang layak mengajar hanya 21,07% (negeri) dan 28,94% (swasta), untuk SMP 54,12% (negeri) dan 60,99% (swasta), untuk SMA 65,29% (negeri) dan 64,73% (swasta), serta untuk SMK yang layak mengajar 55,49% (negeri) dan 58,26% (swasta).
Dari data diatas bisa diambil kesimpulan bahwa banyak guru yang tidak profesionalisme dalam mengajar. hal ini ditunjukkan oleh banyaknya  guru yang tidak sesuai dengan jurusannya sebagai pendidik. Walaupun guru bukan satu- satunya faktor penentu kemajuan pendidikan tetapi pengajar merupakan cermin kualitas suatu pendidikan dalam suatu negara.
Dari Data Balitbang Depdiknas (1998) menunjukkan dari sekitar 1,2 juta guru SD/MI hanya 13,8% yang berpendidikan diploma D2-Kependidikan ke atas. Selain itu, dari sekitar 680.000 guru SLTP/MTs baru 38,8% yang berpendidikan diploma D3-Kependidikan ke atas. Di tingkat sekolah menengah, dari 337.503 guru, baru 57,8% yang memiliki pendidikan S1 ke atas. Di tingkat pendidikan tinggi, dari 181.544 dosen, baru 18,86% yang berpendidikan S2 ke atas (3,48% berpendidikan S3).
(3). Rendahnya kesejahteraan guru,
Berdasarkan survei FGII (Federasi Guru Independen Indonesia) pada pertengahan tahun 2005, idealnya seorang guru menerima gaji bulanan serbesar Rp 3 juta rupiah. Sekarang, pendapatan rata-rata guru PNS per bulan sebesar Rp 1,5 juta. guru bantu Rp, 460 ribu, dan guru honorer di sekolah swasta rata-rata Rp 10 ribu per jam. Dengan pendapatan seperti itu, terang saja, banyak guru terpaksa melakukan pekerjaan sampingan. Ada yang mengajar lagi di sekolah lain, memberi les pada sore hari, menjadi tukang ojek, pedagang mie rebus, pedagang buku/LKS, pedagang pulsa ponsel, dan sebagainya (Republika, 13 Juli, 2005).
Hal ini tentu sangat menjadi dilema bagi para guru yang  penghasilannya saja tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari- hari sampai harus menjadi tukang ojek dan pekerjaan lainnya. Andaikata gaji guru bisa untuk mensejahterakan keluarganya maka guru pun akan dapat mengajar secara maksimal tanpa ada beban psikologi.
(4). Rendahnya prestasi siswa,
Menurut Trends in Mathematic and Science Study (TIMSS) 2003 (2004), siswa Indonesia hanya berada di ranking ke-35 dari 44 negara dalam hal prestasi matematika dan di ranking ke-37 dari 44 negara dalam hal prestasi sains. Dalam hal ini prestasi siswa kita jauh di bawah siswa Malaysia dan Singapura sebagai negara tetangga yang terdekat.
Prestasi ini tentu sangat rendah dibandingkan dengan negara- negara lain. Sebaiknya pemerintah lebih sering mengadakan ajang – ajang olimpiade agar dapat merangsang pelajar untuk berlomba- lomba dalam hal meraih prestasi.
(5). Rendahnya kesempatan pemerataan pendidikan,
Kesempatan memperoleh pendidikan masih terbatas pada tingkat Sekolah Dasar. Data Balitbang Departemen Pendidikan Nasional dan Direktorat Jenderal Binbaga Departemen Agama tahun 2000 menunjukan Angka Partisipasi Murni (APM) untuk anak usia SD pada tahun 1999 mencapai 94,4% (28,3 juta siswa). Pencapaian APM ini termasuk kategori tinggi. Angka Partisipasi Murni Pendidikan di SLTP masih rendah yaitu 54, 8% (9,4 juta siswa). Sementara itu layanan pendidikan usia dini masih sangat terbatas. Kegagalan pembinaan dalam usia dini nantinya tentu akan menghambat pengembangan sumber daya manusia secara keseluruhan. Oleh karena itu diperlukan kebijakan dan strategi pemerataan pendidikan yang tepat untuk mengatasi masalah ketidakmerataan tersebut.
(6). Rendahnya relevansi pendidikan dengan kebutuhan,
Hal tersebut dapat dilihat dari banyaknya lulusan yang menganggur. Data BAPPENAS (1996) yang dikumpulkan sejak tahun 1990 menunjukan angka pengangguran terbuka yang dihadapi oleh lulusan SMU sebesar 25,47%, Diploma/S0 sebesar 27,5% dan PT sebesar 36,6%, sedangkan pada periode yang sama pertumbuhan kesempatan kerja cukup tinggi untuk masing-masing tingkat pendidikan yaitu 13,4%, 14,21%, dan 15,07%. Menurut data Balitbang Depdiknas 1999, setiap tahunnya sekitar 3 juta anak putus sekolah dan tidak memiliki keterampilan hidup sehingga menimbulkan masalah ketenagakerjaan tersendiri. Adanya ketidakserasian antara hasil pendidikan dan kebutuhan dunia kerja ini disebabkan kurikulum yang materinya kurang funsional terhadap keterampilan yang dibutuhkan ketika peserta didik memasuki dunia kerja.
(7). Mahalnya biaya pendidikan
Pendidikan bermutu itu mahal. Kalimat ini sering muncul untuk menjustifikasi mahalnya biaya yang harus dikeluarkan masyarakat untuk mengenyam bangku pendidikan. Mahalnya biaya pendidikan dari Taman Kanak-Kanak (TK) hingga Perguruan Tinggi (PT) membuat masyarakat miskin tidak memiliki pilihan lain kecuali tidak bersekolah. Orang miskin tidak boleh sekolah.
Untuk masuk TK dan SDN saja saat ini dibutuhkan biaya Rp 500.000, — sampai Rp 1.000.000. Bahkan ada yang memungut di atas Rp 1 juta. Masuk SLTP/SLTA bisa mencapai Rp 1 juta sampai Rp 5 juta.


B.     Tingkat Pengangguran Yang Ada Di Indonesia
Hasil survei angkatan kerja nasional Badan Pusat Statistik (BPS) Februari 2007 mencatat pengangguran 10.547.900 orang (9,75%), sedangkan pengangguran intelektual 740.206 orang atau 7,02%. Hasil survei serupa pada Februari 2008, total pengangguran sebanyak 9.427.610 orang atau menurun 1,2% dibanding Februari 2007; sementara pengangguran intelektual mencapai 1.461. 000 orang (15.50%) atau meningkat 8,48% dari tahun 2007.
Yang lebih memprihatinkan, jumlah pengangguran terdidik meningkat dari tahun ke tahun. Proporsi penganggur terdidik dari total angka pengangguran pada 1994 sebesar 17%, tahun 2004 menjadi 26%, dan tahun 2008 (50,3%). Dengan meningkatnya porsi penganggur terdidik, maka penganggur dari kalangan non-intelektual mengalami penurunan. Pertanyaannya, apakah golongan angkatan kerja yang non-intelektual lebih berpeluang mencari pekerjaan, atau lebih memiliki etos kerja ketimbang angkatan kerja intelektual? Ataukah, angkatan kerja terdidik tidak mempunyai kemampuan bersaing dalam memperoleh pekerjaan?
Berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik pada kuartal pertama tahun 2010 sebanyak 33,74 juta (31,42%) pekerja Indonesia bekerja pada kegiatan/sektor formal ada 73,67 juta orang (68,58%) bekerja pada sektor informal. Dari 107,41 orang yang bekerja pada waktu yang sama, status pekerja utama yang terbanyak sebagai buruh/karyawan yakni mencapai 30,72 juta atau sekitar 28,61 persen, kemudian diikuti berusaha dibantu buruh tidak tetap (buru harian/borongan) sebesar 21,92 juta orang atau 20,41 persen dan berusaha sendiri sejumlah 20,46 juta orang atau 19,05% sedangkan sisanya adalah berusaha dibantu buruh tetap.
Menurut peneliti dari Pusat Penelitian Ekonomi (P2E) LIPI, Latif Adam, angka pengangguran di Indonesia diperkirakan akan naik sebesar 9 persen di tahun 2011 dari tahun lalu, sekitar 8.5 persen. Menurutnya, kenaikan junlah pengangguran ini lebih disebabkan menurunnya penyerapan tenaga kerja dalam bidang industri, yang mencapai 36.6 persen pada kuartal kedua di tahun 2008 ini.
Apabila tingkat pengangguran di indonesia terus mengalami kenaikan maka pemerintah telah gagal dalam upaya menyelesaikan tingkat pengangguran. Selain itu dampak dari pengangguran itu pun akan sangat merugikan bagi pemerintah. Banyaknya kriminalisme yang ada di masyarakat salah satu akibatnya yaitu karena banyaknya pengangguran yang tetap harus memenuhi kebutuhan sehari hari sehingga segala cara pun dilakukan untuk memenuhi kebutuhannya.
C.    Kebijakan Pemerintah Dalam Mengatasi Pendidikan Dan Pengangguran

1.      Pendidikan
Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menyatakan : “Pendidikan ini menjadi tanggung jawab pemerintah sepenuhnya,”. Hal ini disampaikannya usai rapat kabinet terbatas di Gedung Depdiknas, Jl Jenderal Sudirman, Jakarta, Senin (12/3/2007).
Presiden memaparkan beberapa langkah yang akan dilakukan oleh pemerintah dalam rangka meningkatkan kualitas pendidikan di Indonesia, antara lain yaitu:
·         Langkah pertama yang akan dilakukan pemerintah, yakni meningkatkan akses terhadap masyarakat untuk bisa menikmati pendidikan di Indonesia. Tolak ukurnya dari angka partisipasi.
·         Langkah kedua, menghilangkan ketidakmerataan dalam akses pendidikan, seperti ketidakmerataan di desa dan kota, serta jender.
·         Langkah ketiga, meningkatkan mutu pendidikan dengan meningkatkan kualifikasi guru dan dosen, serta meningkatkan nilai rata-rata kelulusan dalam ujian nasional.
·         Langkah keempat, pemerintah akan menambah jumlah jenis pendidikan di bidang kompetensi atau profesi sekolah kejuruan. Untuk menyiapkan tenaga siap pakai yang dibutuhkan.
·          Langkah kelima, pemerintah berencana membangun infrastruktur seperti menambah jumlah komputer dan perpustakaan di sekolah-sekolah.
·          Langkah keenam, pemerintah juga meningkatkan anggaran pendidikan. Untuk tahun ini dianggarkan Rp 44 triliun.
·         Langkah ketujuh, adalah penggunaan teknologi informasi dalam aplikasi pendidikan.
·         Langkah terakhir, pembiayaan bagi masyarakat miskin untuk bisa menikmati fasilitas penddikan.
Dari program – program yang telah ditetapkan oleh pemerintah sekarang yang telah berjalan yaitu wajib belajar 9 tahun. Artinya pendidikan dari SD sampai dengan SMP gratis untuk semua kalangan masyarakat. Program ini memang telah berjalan dengan baik, tetapi masih banyak rakyat miskin yang tidak sanggup menyekolahkan sampai SMP karena biaya pendidikan bukan hanya biaya SPP tapi juga perlu uang jajan dan ongkos.
Untuk pemerataan akses pendidikan hal ini belum berjalan lancar karena masih terdapat kesenjangan antara yang di kota dan di desa. Sehingga masyarakat desa tidak menikmati akses pendidikan yang sama seperti di kota.
2.      Pengangguran
Dalam upaya mengatasi pengangguran, pemerintah selama ini telah berupaya mengurangi pengangguran yang ada di indonesia yaitu diantaranya:
a)      Pemerintah memberikan bantuan wawasan, pengetahuan dan kemampuanjiwa kewirausahaan kepada usaha kecil dan menengah (UKM)
b)      Melakukan pembenahan, pembangunan dan pengembangan kawasan- kawasan, khususnya daerah terpencil.
c)      Membangun lembaga sosial yang dapat menjamin kehidupan penganggur. Seperti PT. Jaminan sosial tenaga kerja (PT jamsostek)
d)     Segera menyederhanakan perizinan dan peningkatan keamanan.
e)      Mengembangkan sektor pariwisata dan kebudayaan indonesia.
f)       Melakukanprogram sinergi antar BUMN atau BUMS yang memiliki keterkaitan usaha.
g)      Memperlambat laju pertumbuhan penduduk.
h)      Menyeleksi tenaga kerja indonesia.
i)        Penyempurnaan kurikulum dan sistem pendidikan nasional ( SISDIKNAS)
j)        Mengembangkan potensi kelautan dan pertanian.

D.    Implementasi  Kibijakan Pemerintah dalam menanggulangi masalah pendidikan dan pengangguran
Sebenarnya apa yang telah menjadi kebijakan pemerintah indonesia sudah sangat layak untuk mengatasi semua masalah diatas. Hanya saja implementasi dari kebijakan tersebut sangat rendah. Pemerintah hanya pintar dalam menetapkan kebijakan saja tanpa benar- benar beupaya membantu masyarakat indonesia yang hidup dibawah garis kemiskinan. Pemerintah masih lebih mementingkan kepentingan pribadi dari pada kepentingan masyarakat umum. Hal ini dapat dibuktikan dengan banyaknya pegawai pemerintah ketangkap basah telah melakukan tindakan  KKN. Kasus ini tentu sangat menghambat perkembangan pertumbuhan perekonomian di indonesia. Dana yang diperuntukkan untuk pengembangan masyarakat banyak yang di selewengkan untuk memenuhi kebutuhan pribadi.  Hal ini tentu sangat bertolak belakang dengan  kaidah yang ada.
Dari beberapa program yang telah ditetapkan oleh pemerintah, pelaksanaannya belum merata dan menyeluruh. Hal ini dibuktikan dengan semakin tingginya angka pengangguran di indonesia dan semakin rendahnya kualitas SDM masyarakat di Indonesia. Dengan demikian pemerintah telah gagal dalam pencapaian program yang telah di tetapkan.
Pendidikan merupakan faktor yang sangat penting dalam mengatasi pengangguran yang selama telah menjadi penyakit masyarakat. Pemerintah harus melakukan suatu kebijakan yang benar- benar di dilaksanakan dengan baik, supaya kualitas SDM yang ada menjadi berkualitas sehingga dapat menciptakan lapangan kerja baru ataupun dapat memenuhi lowongan kerja yang telah disediakan.
Dalam mengatasi pengangguran jangka pendek sebaiknya pemerintah membuka lapangan kerja baru berupa lowongan kerja padat karya dan mengembangkan UMKM  yang ada agar semakin terus berkembang dan dapat menciptakan lowongan kerja baru. Dengan kebijakan yang berani, maka PR pemerintah dalam mengatasi pengangguran ini dapat terselesaikan dengan baik, asalkan implementasinya berjalan dengan baik pula.

   V.            KESIMPULAN
Kualitas sumber daya manusia di indonesia masih sangat rendah sehingga sangat mempengaruhi tingkat pengangguran di indonesia yang semakin menjamur. Untuk mengatasi masalah kualitas sumber daya manusia maka sebaiknya pemerintah membenahi seluruh kurikulum pendidikan yang ada yang mengarah kepada mempersiapkan tenaga kerja yang berkualitas. Dengan adanya tenaga kerja yang berkualitas maka pendidikan tersebut dapat membantu mengurangi pengangguran yang ada.
Masalah- masalah pendidikan yang perlu dibenahi yaitu:
(1). Rendahnya sarana fisik,
(2). Rendahnya kualitas guru,
(3). Rendahnya kesejahteraan guru,
(4). Rendahnya prestasi siswa,
(5). Rendahnya kesempatan pemerataan pendidikan,
(6). Rendahnya relevansi pendidikan dengan kebutuhan,
(7). Mahalnya biaya pendidikan
VI.            DAFTAR PUSTAKA
http://tyaeducationjournals.blogspot.com/2008/04/efektivitas-dan-efisiensi-anggaran.
http://www.sib-bangkok.org.
Pidarta, Prof. Dr. Made. 2004. Manajemen Pendidikan Indonesia. Jakarta: PT Rineka Cipta.
sayapbarat.wordpress.com/2007/08/29/masalah-pendidikan-di-indonesia.
Wikipedia indonesia
bataviase.co.id
shaylife.blogspot.com
Muliani Program Studi Biologi Fakultas Pertanian, Perikanan, dan Biologi Universitas Negeri Bangka Belitung
Indonesia. Markus Sidauruk. Kebijakan Pengupahan di Indonesia
Kompas.com



Kamis, 09 Februari 2012

Ciri – Ciri Dan Penggolongan Lembaga Keuangan


1                                Ciri – ciri lembaga keuangan
·         sebagian besar asetnya didominasi oleh aset finansial.
·         Instrumen yang digunakan dalam bentuk sekuritas ( giro, tabungan, deposito) serta sekuritas primer (pinjaman/kredit, surat berharga, valuta asing, dan investasi lainnya)
·         Dapat menghimpun dan menyalurkan dana secara langsung dan tidak langsung.

2                               Penggolongan Lembaga Keuangan
Lembaga keuangan (atau sering juga disebut Iembaga intermediasi) dapat dikelompokkan berdasarkan kemampuannya menghimpun dana dari masyarakat secara langsung. Atas dasar tersebut lembaga keuangan dapat dibedakan menjadi lembaga keuangan depositori (depository financial institution) dan lembaga keuangan non¬depositori (non depository financial institution).
           Lembaga keuangan depositori atau sering juga disebut depository intermediary. Lembaga keuangan ini menghimpun dan secara langsung dari masyarakat dalam bentuk simpanan (deposits) misalnya giro, tabungan atau deposito berjangka yang diterima dari penabung atau unit surplus. Unit surplus memiliki kelebihan pendapatan, setelah dikurangi kebutuhan untuk konsumsi. Lembaga keuangan yang menawarkan jasa-jasa seperti ini adalah bank-bank.
Lembaga keuangan non depositori atau sering juga disebut lembaga keuangan Non bank. Lembaga keuangan yang kegiatan usahanya bersifat kontraktual (contractual institutions) yaitu menarik dana dari masyarakat dengan menawarkan kontrak untuk memproteksi penabung terhadap risiko ketidakpastian misalnya polis asuransi, program pensiun. Kelompok lembaga keuangan kontraktual dapat disebut perusahaan asuransi dan dana pensiun.
 Lembaga keuangan investasi (investment institution) misalnya perusahaan efek, reksa dana. Lembaga keuangan bukan bank lainnya yaitu perusahaan modal ventura dan perusahaan pembiayaan (finance company) yang menawarkan jasa pembiayaan sewaguna usaha, anjak piutang, pembiayaan konsumen dan kartu kredit.

                  Bank sentral (Central Bank)
Fungsi utama paling mendasar dari bank sentral suatu negara adalah mengatur jumlah uang beredar dalam perekonomian (to manage nations money supplay)
Fungsi-fungsi utama bank sentral
1. Agen fiskal Pemerintah ( Fiscal Agent of Government)
Sebagai penasihat dan pemberi bantuan untuk mengelola berbagai masalah/transaksi keuangan pemerintah. Misal memberi pinjaman kepada pemerintah dan menyimpan aset-aset finansial milik pemerintah
2. Banknya Bank (bank of Bank)
3. Menentukan Kebijakan Moneter(Monetary Policy maker)
4. Pengawasan, Evaluasi dan pembinaan perbankan
5. Penanganan Transaksi Giro (The Clearing and Collection of Checks)