Pengaruh Tingkat Pendidikan Terhadap
Tingkat Pengangguran Di Indonesia
Oleh penulis : Nur Imroatus Sholikhah
Abstrak
Negara
indonesia dikenal sebagai negara yang kaya akan sumber daya alamnya. Sayangnya,
kekayaan tersebut tidak didukung oleh sumber daya manusia yang berkualitas sehingga sering kali istilah menjadi
budak dinegeri sendiri sudah sangat membudaya. Dalam kenyataan yang sedang kita
hadapi sekarang ini memang mengatakan demikian. Faktor penyebabnya yaitu
diantaranya adalah tinggkat pendidikan yang rendah sehingga kualitas SDMnya pun
rendah. Hal ini semakin meningkatkan tinggkat pengangguran yang ada di negara
kita ini.
Berdasarkan
data dari BPS sebanyak
32% dari 2.381.841 jumlah lowongan kerja yang terdaftar ternyata tidak dapat
terisi oleh para pencari kerja. Hal ini tentunya karena kualifikasi yang
diharapkan tidak sesuai dengan yang diharapkan. Dengan kata lain kualitas SDM
sangat rendah dan tidak sesuai. Melihat kondisi yang sangat memprihatinkan ini
seharusnya pemerintah mampu mengambil langkah yang lebih bijak sehingga masalah
penggangguran ini dapat diminimalisir dengan baik. Apabila masalah ini tidak
segera dituntaskan maka dampaknya akan
meluas, Selain akan menjadi beban
keluarga pengangguran juga menjadi beban pemerintah. Pengangguran juga akan
mempengaruhi tingkat Pendapatan nasional
suatu negara. Hal ini tentu akan sangat mempengaruhi tingkat
produktivitas dalam suatu negara.
I.
Latar
Belakang
Permasalahan Tingkat pengangguran
di indonesia sangat berkaitan erat dengan tingkat pendidikan. Apabila tingkat
pendidikan suatu negara tinggi maka tingkat pengangguran pun akan rendah.
Seperti dinegara – negara eropa, mereka mewajibkan warganya untuk wajib belajar
sampai dengan perguruan tinggi. Hasilnya tinggkat pengangguran pun rendah dan
produktivitas penduduknya tinggi. Hal
ini tentu akan berdampak baik bagi pertumbuhan perekonomian di negaranya. Hal
tersebut sayangnya sangat bertolak
belakang dengan sistem yang
diterapkan di Indonesia. Pemerintah
hanya mewajibkan wajib belajar selama 9 tahun. Artinya pendidikan yang harus
ditempuh sampai dengan sekolah menengah pertama (SMP). Padahal dalam
pengelompokan tingkat pendidikan, tingkat SMP dan dibawahnya dikelompokkan
kedalam angkatan kerja kurang terdidik. Bagaimana tingkat pengangguran akan
rendah jika tenaga kerjanya saja secara umum kurang terdidik. Hal inilah
kemudian yang akan berpengaruh pada besarnya tingkat pengangguran yang ada di
indonesia.
Pemerintah
dalam upaya mengatasi tinggkat pengangguran yang semakin akut ini maka perlu langkah yang tepat dan cepat
sehingga diharapkan nantinya dapat bermanfaat bagi masyarakat dan juga bagi
negaranya. Untuk menyiapkan tenaga kerja yang berkualitas dan dapat bersaing
maka sebaiknya pemerintah melalui dinas pendidikan sebaiknya merubah kurikulum
sekolah yang ada. Dengan adanya sekolah -sekolah berbasis kejuruan tentu akan
membantu para pelajar dalam menyiapkan kemampuannya untuk melamar kerja sesuai
kualivikasinya.
Pemerintah
melalui DIKTI telah menetapkan untuk lulusan SI,S2, dan S3 diwajibkan harus
membuat jurnal ilmiah dengan alasan untuk meningkatkan kualitas dan memekan
jumlah pengangguran. Keputusan tersebut menimbulkan pro dan kontra. Ada yang
setuju dengan alasan karena hal tersebut
dapat memajukan pendidikan
indonesia dimata negara negara tetangga yang telah lama telah memetapkan
kebijakan tersebut. Banyak juga pihak yang kontra terhadap keputusan dirgen
dikti tersebut karena selama ini skripsi dan jurnal ilmiah yang telah terkumpul
tidak direalisasikan dan hanya sebagai pajangan untuk melengkapi koleksi
perpustakaan saja. Hal ini menimbulkan keengganan mahasiswa dalam melaksanakan
kewajibannya tersebut. Bagi mereka jurnal ilmiah hanya menambah beban mereka
saja. Padahal skripsi sudah sangat membebankan apalagi ditambah jurnal umum
yang di publikasikan memiliki kuota yang terbatas.
Dengan
berbagai permasalahan diatas maka penulis merasa tertarik untuk membahas
mengenai keterkaitan antara tingkat pendidikan
dengan semakin banyaknya tingkat pengangguran di Indonesia.
II.
Rumusan
Masalah
·
Bagaimana perkembangan tingkat pendidikan
di indonesia ?
·
Seberapa besar tingkat pengangguran yang
ada di indonesia ?
·
Apa saja kebijakan pemerintah indonesia
dalam mengatasi pendidikan dan pengangguran ?
·
Apakah kebijakan pemerintah indonesia
tersebut efektif dalam mengatasi masalah pendidikan dan pengangguran?
III.
Tinjauan
Pustaka
·
Definisi
Pengangguran
Menurut Wikipedia bahasa Indonesia
menyatakan bahwa “Pengangguran atau tuna karya adalah istilah untuk orang yang
tidak bekerja sama sekali, sedang mencari kerja, bekerja kurang dari dua hari
selama seminggu, atau seseorang yang sedang berusaha mendapatkan pekerjaan yang
layak. Pengangguran umumnya disebabkan karena jumlah angkatan kerja atau para
pencari kerja tidak sebanding dengan jumlah lapangan kerja yang ada yang mampu
menyerapnya. Pengangguran seringkali menjadi masalah dalam perekonomian karena
dengan adanya pengangguran, produktivitas dan pendapatan masyarakat akan berkurang sehingga dapat menyebabkan timbulnya kemiskinan dan masalah-masalah social lainnya”.
·
Definisi Pendidikan
Tingkat
pendidikan adalah tahapan pendidikan yang ditetapkan berdasarkan tingkat
perkembangan peserta didik. Tujuannya yang akan dicapai dan kemampuan yang
dikembangkan (UU RI No. 20 tahun 2003 bab 1, pasal 1 ayat 8)
Kamus Bahasa Indonesia, 1991:232, Pendidikan berasal dari kata “didik”, Lalu kata ini
mendapat awalan kata “me” sehingga menjadi “mendidik” artinya
memelihara dan memberi latihan. Dalam memelihara dan memberi latihan diperlukan
adanya ajaran, tuntutan dan pimpinan mengenai akhlak dan kecerdasan pikiran.
Menurut UU No.20 tahun 2003 tentang sistem Pendidikan Nasional, Pendidikan adalah usaha
sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran
agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki
kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan,
akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa
dan negara.
IV.
Hasil
Dan Pembahasan
A.
Perkembangan
Tingkat Pendidikan Di Indonesia
YANG tidak
unggul, akan selalu tetap berada di belakang (Pepatah
Jerman). Nampaknya pepatah ini cocok untuk negara indonesia. Pasalnya dari tahun ketahun
pendidikan di indonesia tidak mmengalami kemajuan. Ini dibuktikan antara lain dengan
data UNESCO (2000) tentang peringkat Indeks Pengembangan Manusia (Human
Development Index), yaitu komposisi dari peringkat pencapaian pendidikan,
kesehatan, dan penghasilan per kepala yang menunjukkan, bahwa indeks
pengembangan manusia Indonesia makin menurun. Di antara 174 negara di dunia,
Indonesia menempati urutan ke-102 (1996), ke-99 (1997), ke-105 (1998), dan
ke-109 (1999).
Menurut survei Political and Economic Risk Consultant
(PERC), kualitas pendidikan di Indonesia berada pada urutan ke-12 dari 12
negara di Asia. Posisi Indonesia berada di bawah Vietnam. Data yang dilaporkan
The World Economic Forum Swedia (2000), Indonesia memiliki daya saing yang
rendah, yaitu hanya menduduki urutan ke-37 dari 57 negara yang disurvei di
dunia. Dan masih menurut survai dari lembaga yang sama Indonesia hanya
berpredikat sebagai follower bukan sebagai pemimpin teknologi dari 53 negara di
dunia.
Dengan data diatas dapat kita lihat bagaimana tingkat
pendidikan yang ada di indonesia sangat memprihatinkan. Pendidikan kita semakin
terpuruk karena banyak faktor yang seharusnya segera dibenahi oleh pemerintah.
Faktor- faktor tersebut diantaranya yaitu:
(1).
Rendahnya sarana fisik,
Sarana
fisik sangat mendukung aktifitas pembelajaran dalam proses belajar mengajar.
Hal ini berkaitan dengan kenyamanan dan
rasa aman bagi para pengajar ataupun anak didik. Dengan adanya rasa aman
maka pembelajaran yang diberikan pun akan mudah diterima dan mudah dipahami,
sehingga anak didik akan menjadi semakin berwawasan dan semakin pintar.
Fakta
yang ada dilapangan sekarang sayangnya menunjukkan hal yang sangat berbeda.
Banyak sekali sekolah sekolah yang tidak layak untuk dijadikan proses belajar
mengajar. Banyak kita lihat sekolah- sekolah yang bangunannya
sudah sangat tua, genting yang
bocor, dinding yang retak, dan sekolahan yang sering terendam banjir. Keadaan seperti ini bukan hanya
sangat membuat tidak nyaman tapi juga menyebabkan proses belajar mengajar tidak
berjalan dengan lancar. Seharusnya pemerintah harus memperhatikan hal ini
apabila ingin anak- anak bangsa tumbuh dengan cerdas.
(2). Rendahnya kualitas guru,
Persentase guru menurut kelayakan mengajar dalam tahun
2002-2003 di berbagai satuan pendidikan sbb: untuk SD yang layak mengajar hanya
21,07% (negeri) dan 28,94% (swasta), untuk SMP 54,12% (negeri) dan 60,99%
(swasta), untuk SMA 65,29% (negeri) dan 64,73% (swasta), serta untuk SMK yang
layak mengajar 55,49% (negeri) dan 58,26% (swasta).
Dari data diatas bisa diambil kesimpulan bahwa banyak guru
yang tidak profesionalisme dalam mengajar. hal ini ditunjukkan oleh
banyaknya guru yang tidak sesuai dengan
jurusannya sebagai pendidik. Walaupun guru bukan satu- satunya faktor penentu
kemajuan pendidikan tetapi pengajar merupakan cermin kualitas suatu pendidikan
dalam suatu negara.
Dari Data Balitbang Depdiknas (1998) menunjukkan dari
sekitar 1,2 juta guru SD/MI hanya 13,8% yang berpendidikan diploma
D2-Kependidikan ke atas. Selain itu, dari sekitar 680.000 guru SLTP/MTs baru
38,8% yang berpendidikan diploma D3-Kependidikan ke atas. Di tingkat sekolah
menengah, dari 337.503 guru, baru 57,8% yang memiliki pendidikan S1 ke atas. Di
tingkat pendidikan tinggi, dari 181.544 dosen, baru 18,86% yang berpendidikan
S2 ke atas (3,48% berpendidikan S3).
(3).
Rendahnya kesejahteraan guru,
Berdasarkan survei FGII (Federasi Guru Independen Indonesia)
pada pertengahan tahun 2005, idealnya seorang guru menerima gaji bulanan
serbesar Rp 3 juta rupiah. Sekarang, pendapatan rata-rata guru PNS per bulan
sebesar Rp 1,5 juta. guru bantu Rp, 460 ribu, dan guru honorer di sekolah
swasta rata-rata Rp 10 ribu per jam. Dengan pendapatan seperti itu, terang
saja, banyak guru terpaksa melakukan pekerjaan sampingan. Ada yang mengajar
lagi di sekolah lain, memberi les pada sore hari, menjadi tukang ojek, pedagang
mie rebus, pedagang buku/LKS, pedagang pulsa ponsel, dan sebagainya (Republika,
13 Juli, 2005).
Hal ini tentu sangat menjadi dilema bagi para guru yang penghasilannya saja tidak cukup untuk
memenuhi kebutuhan hidup sehari- hari sampai harus menjadi tukang ojek dan
pekerjaan lainnya. Andaikata gaji guru bisa untuk mensejahterakan keluarganya
maka guru pun akan dapat mengajar secara maksimal tanpa ada beban psikologi.
(4).
Rendahnya prestasi siswa,
Menurut Trends in Mathematic and Science Study (TIMSS) 2003
(2004), siswa Indonesia hanya berada di ranking ke-35 dari 44 negara dalam hal
prestasi matematika dan di ranking ke-37 dari 44 negara dalam hal prestasi sains.
Dalam hal ini prestasi siswa kita jauh di bawah siswa Malaysia dan Singapura
sebagai negara tetangga yang terdekat.
Prestasi ini tentu sangat rendah dibandingkan dengan negara-
negara lain. Sebaiknya pemerintah lebih sering mengadakan ajang – ajang
olimpiade agar dapat merangsang pelajar untuk berlomba- lomba dalam hal meraih
prestasi.
(5).
Rendahnya kesempatan pemerataan pendidikan,
Kesempatan memperoleh pendidikan masih terbatas pada tingkat
Sekolah Dasar. Data Balitbang Departemen Pendidikan Nasional dan Direktorat
Jenderal Binbaga Departemen Agama tahun 2000 menunjukan Angka Partisipasi Murni
(APM) untuk anak usia SD pada tahun 1999 mencapai 94,4% (28,3 juta siswa).
Pencapaian APM ini termasuk kategori tinggi. Angka Partisipasi Murni Pendidikan
di SLTP masih rendah yaitu 54, 8% (9,4 juta siswa). Sementara itu layanan
pendidikan usia dini masih sangat terbatas. Kegagalan pembinaan dalam usia dini
nantinya tentu akan menghambat pengembangan sumber daya manusia secara
keseluruhan. Oleh karena itu diperlukan kebijakan dan strategi pemerataan
pendidikan yang tepat untuk mengatasi masalah ketidakmerataan tersebut.
(6).
Rendahnya relevansi pendidikan dengan kebutuhan,
Hal
tersebut dapat dilihat dari banyaknya lulusan yang menganggur. Data BAPPENAS
(1996) yang dikumpulkan sejak tahun 1990 menunjukan angka pengangguran terbuka
yang dihadapi oleh lulusan SMU sebesar 25,47%, Diploma/S0 sebesar 27,5% dan PT
sebesar 36,6%, sedangkan pada periode yang sama pertumbuhan kesempatan kerja
cukup tinggi untuk masing-masing tingkat pendidikan yaitu 13,4%, 14,21%, dan
15,07%. Menurut data Balitbang Depdiknas 1999, setiap tahunnya sekitar 3 juta
anak putus sekolah dan tidak memiliki keterampilan hidup sehingga menimbulkan
masalah ketenagakerjaan tersendiri. Adanya ketidakserasian antara hasil
pendidikan dan kebutuhan dunia kerja ini disebabkan kurikulum yang materinya
kurang funsional terhadap keterampilan yang dibutuhkan ketika peserta didik
memasuki dunia kerja.
(7).
Mahalnya biaya pendidikan
Pendidikan
bermutu itu mahal. Kalimat ini sering muncul untuk menjustifikasi mahalnya
biaya yang harus dikeluarkan masyarakat untuk mengenyam bangku pendidikan.
Mahalnya biaya pendidikan dari Taman Kanak-Kanak (TK) hingga Perguruan Tinggi
(PT) membuat masyarakat miskin tidak memiliki pilihan lain kecuali tidak
bersekolah. Orang miskin tidak boleh sekolah.
Untuk masuk TK dan SDN saja saat ini dibutuhkan biaya Rp
500.000, — sampai Rp 1.000.000. Bahkan ada yang memungut di atas Rp 1 juta.
Masuk SLTP/SLTA bisa mencapai Rp 1 juta sampai Rp 5 juta.
B. Tingkat
Pengangguran Yang Ada Di Indonesia
Hasil survei
angkatan kerja nasional Badan Pusat Statistik (BPS) Februari 2007 mencatat
pengangguran 10.547.900 orang (9,75%), sedangkan pengangguran intelektual
740.206 orang atau 7,02%. Hasil survei serupa pada Februari 2008, total
pengangguran sebanyak 9.427.610 orang atau menurun 1,2% dibanding Februari
2007; sementara pengangguran intelektual mencapai 1.461. 000 orang (15.50%)
atau meningkat 8,48% dari tahun 2007.
Yang lebih
memprihatinkan, jumlah pengangguran terdidik meningkat dari tahun ke tahun.
Proporsi penganggur terdidik dari total angka pengangguran pada 1994 sebesar
17%, tahun 2004 menjadi 26%, dan tahun 2008 (50,3%). Dengan meningkatnya porsi
penganggur terdidik, maka penganggur dari kalangan non-intelektual mengalami
penurunan. Pertanyaannya, apakah golongan angkatan kerja yang non-intelektual
lebih berpeluang mencari pekerjaan, atau lebih memiliki etos kerja ketimbang
angkatan kerja intelektual? Ataukah, angkatan kerja terdidik tidak mempunyai
kemampuan bersaing dalam memperoleh pekerjaan?
Berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik pada kuartal
pertama tahun 2010 sebanyak 33,74 juta (31,42%) pekerja Indonesia bekerja pada
kegiatan/sektor formal ada 73,67 juta orang (68,58%) bekerja pada sektor
informal. Dari 107,41 orang yang bekerja pada waktu yang sama, status pekerja
utama yang terbanyak sebagai buruh/karyawan yakni mencapai 30,72 juta atau
sekitar 28,61 persen, kemudian diikuti berusaha dibantu buruh tidak tetap (buru
harian/borongan) sebesar 21,92 juta orang atau 20,41 persen dan berusaha
sendiri sejumlah 20,46 juta orang atau 19,05% sedangkan sisanya adalah berusaha
dibantu buruh tetap.
Menurut peneliti dari Pusat Penelitian Ekonomi (P2E) LIPI,
Latif Adam, angka pengangguran di Indonesia diperkirakan akan naik sebesar 9
persen di tahun 2011 dari tahun lalu, sekitar 8.5 persen. Menurutnya, kenaikan
junlah pengangguran ini lebih disebabkan menurunnya penyerapan tenaga kerja
dalam bidang industri, yang mencapai 36.6 persen pada kuartal kedua di tahun
2008 ini.
Apabila tingkat pengangguran di indonesia terus mengalami
kenaikan maka pemerintah telah gagal dalam upaya menyelesaikan tingkat
pengangguran. Selain itu dampak dari pengangguran itu pun akan sangat merugikan
bagi pemerintah. Banyaknya kriminalisme yang ada di masyarakat salah satu
akibatnya yaitu karena banyaknya pengangguran yang tetap harus memenuhi
kebutuhan sehari hari sehingga segala cara pun dilakukan untuk memenuhi
kebutuhannya.
C.
Kebijakan Pemerintah Dalam Mengatasi
Pendidikan Dan Pengangguran
1.
Pendidikan
Presiden
Susilo Bambang Yudhoyono menyatakan : “Pendidikan ini menjadi tanggung jawab
pemerintah sepenuhnya,”. Hal ini disampaikannya usai rapat kabinet terbatas di
Gedung Depdiknas, Jl Jenderal Sudirman, Jakarta, Senin (12/3/2007).
Presiden
memaparkan beberapa langkah yang akan dilakukan oleh pemerintah dalam rangka
meningkatkan kualitas pendidikan di Indonesia, antara lain yaitu:
·
Langkah
pertama yang akan dilakukan pemerintah, yakni meningkatkan akses terhadap
masyarakat untuk bisa menikmati pendidikan di Indonesia. Tolak ukurnya dari
angka partisipasi.
·
Langkah
kedua, menghilangkan ketidakmerataan dalam akses pendidikan, seperti
ketidakmerataan di desa dan kota, serta jender.
·
Langkah
ketiga, meningkatkan mutu pendidikan dengan meningkatkan kualifikasi guru dan
dosen, serta meningkatkan nilai rata-rata kelulusan dalam ujian nasional.
·
Langkah
keempat, pemerintah akan menambah jumlah jenis pendidikan di bidang kompetensi
atau profesi sekolah kejuruan. Untuk menyiapkan tenaga siap pakai yang dibutuhkan.
·
Langkah kelima, pemerintah berencana
membangun infrastruktur seperti menambah jumlah komputer dan perpustakaan di
sekolah-sekolah.
·
Langkah keenam, pemerintah juga
meningkatkan anggaran pendidikan. Untuk tahun ini dianggarkan Rp 44 triliun.
·
Langkah
ketujuh, adalah penggunaan teknologi informasi dalam aplikasi pendidikan.
·
Langkah
terakhir, pembiayaan bagi masyarakat miskin untuk bisa menikmati fasilitas
penddikan.
Dari program – program yang telah ditetapkan oleh pemerintah
sekarang yang telah berjalan yaitu wajib belajar 9 tahun. Artinya pendidikan
dari SD sampai dengan SMP gratis untuk semua kalangan masyarakat. Program ini
memang telah berjalan dengan baik, tetapi masih banyak rakyat miskin yang tidak
sanggup menyekolahkan sampai SMP karena biaya pendidikan bukan hanya biaya SPP
tapi juga perlu uang jajan dan ongkos.
Untuk pemerataan akses pendidikan hal ini belum berjalan
lancar karena masih terdapat kesenjangan antara yang di kota dan di desa.
Sehingga masyarakat desa tidak menikmati akses pendidikan yang sama seperti di
kota.
2.
Pengangguran
Dalam
upaya mengatasi pengangguran, pemerintah selama ini telah berupaya mengurangi
pengangguran yang ada di indonesia yaitu diantaranya:
a)
Pemerintah
memberikan bantuan wawasan, pengetahuan dan kemampuanjiwa kewirausahaan kepada
usaha kecil dan menengah (UKM)
b)
Melakukan
pembenahan, pembangunan dan pengembangan kawasan- kawasan, khususnya daerah
terpencil.
c)
Membangun
lembaga sosial yang dapat menjamin kehidupan penganggur. Seperti PT. Jaminan
sosial tenaga kerja (PT jamsostek)
d)
Segera
menyederhanakan perizinan dan peningkatan keamanan.
e)
Mengembangkan
sektor pariwisata dan kebudayaan indonesia.
f)
Melakukanprogram
sinergi antar BUMN atau BUMS yang memiliki keterkaitan usaha.
g)
Memperlambat
laju pertumbuhan penduduk.
h)
Menyeleksi
tenaga kerja indonesia.
i)
Penyempurnaan
kurikulum dan sistem pendidikan nasional ( SISDIKNAS)
j)
Mengembangkan
potensi kelautan dan pertanian.
D.
Implementasi
Kibijakan Pemerintah dalam menanggulangi
masalah pendidikan dan pengangguran
Sebenarnya
apa yang telah menjadi kebijakan pemerintah indonesia sudah sangat layak untuk
mengatasi semua masalah diatas. Hanya saja implementasi dari kebijakan tersebut
sangat rendah. Pemerintah hanya pintar dalam menetapkan kebijakan saja tanpa
benar- benar beupaya membantu masyarakat indonesia yang hidup dibawah garis
kemiskinan. Pemerintah masih lebih mementingkan kepentingan pribadi dari pada
kepentingan masyarakat umum. Hal ini dapat dibuktikan dengan banyaknya pegawai
pemerintah ketangkap basah telah melakukan tindakan KKN. Kasus ini tentu sangat menghambat
perkembangan pertumbuhan perekonomian di indonesia. Dana yang diperuntukkan
untuk pengembangan masyarakat banyak yang di selewengkan untuk memenuhi
kebutuhan pribadi. Hal ini tentu sangat
bertolak belakang dengan kaidah yang
ada.
Dari
beberapa program yang telah ditetapkan oleh pemerintah, pelaksanaannya belum
merata dan menyeluruh. Hal ini dibuktikan dengan semakin tingginya angka
pengangguran di indonesia dan semakin rendahnya kualitas SDM masyarakat di
Indonesia. Dengan demikian pemerintah telah gagal dalam pencapaian program yang
telah di tetapkan.
Pendidikan
merupakan faktor yang sangat penting dalam mengatasi pengangguran yang selama telah
menjadi penyakit masyarakat. Pemerintah harus melakukan suatu kebijakan yang
benar- benar di dilaksanakan dengan baik, supaya kualitas SDM yang ada menjadi
berkualitas sehingga dapat menciptakan lapangan kerja baru ataupun dapat
memenuhi lowongan kerja yang telah disediakan.
Dalam
mengatasi pengangguran jangka pendek sebaiknya pemerintah membuka lapangan
kerja baru berupa lowongan kerja padat karya dan mengembangkan UMKM yang ada agar semakin terus berkembang dan
dapat menciptakan lowongan kerja baru. Dengan kebijakan yang berani, maka PR
pemerintah dalam mengatasi pengangguran ini dapat terselesaikan dengan baik,
asalkan implementasinya berjalan dengan baik pula.
V.
KESIMPULAN
Kualitas
sumber daya manusia di indonesia masih sangat rendah sehingga sangat
mempengaruhi tingkat pengangguran di indonesia yang semakin menjamur. Untuk
mengatasi masalah kualitas sumber daya manusia maka sebaiknya pemerintah
membenahi seluruh kurikulum pendidikan yang ada yang mengarah kepada mempersiapkan
tenaga kerja yang berkualitas. Dengan adanya tenaga kerja yang berkualitas maka
pendidikan tersebut dapat membantu mengurangi pengangguran yang ada.
Masalah-
masalah pendidikan yang perlu dibenahi yaitu:
(1).
Rendahnya sarana fisik,
(2).
Rendahnya kualitas guru,
(3).
Rendahnya kesejahteraan guru,
(4).
Rendahnya prestasi siswa,
(5).
Rendahnya kesempatan pemerataan pendidikan,
(6).
Rendahnya relevansi pendidikan dengan kebutuhan,
(7). Mahalnya biaya pendidikan
VI.
DAFTAR
PUSTAKA
http://tyaeducationjournals.blogspot.com/2008/04/efektivitas-dan-efisiensi-anggaran.
http://www.sib-bangkok.org.
Pidarta,
Prof. Dr. Made. 2004. Manajemen Pendidikan Indonesia. Jakarta: PT Rineka
Cipta.
sayapbarat.wordpress.com/2007/08/29/masalah-pendidikan-di-indonesia.
Wikipedia indonesia
bataviase.co.id
shaylife.blogspot.com
Muliani Program Studi Biologi Fakultas Pertanian, Perikanan, dan
Biologi Universitas Negeri Bangka Belitung
Indonesia.
Markus Sidauruk. Kebijakan Pengupahan di Indonesia
Kompas.com